Psikoday.id | Lubuk Gung, –Bengkulu- Tradisi turun-temurun ini tidak hanya menjadi simbol syukur atas rezeki, tetapi juga sarana mengkhatamkan 30 juz Kitab Suci selama bulan puasa. Bulan Ramadhan, salah satu contoh masyarakat Desa Lubuk Gung, Kab Kaur Propinsi Bengkulu,
menyelaraskan tradisi budaya dan keagamaan melalui ritual memasak nasi kuning yang diiringi tadarus Al-Qur’an. Masyarakat Berkumpul di masjid menjadi momen silaturahmi, diiringi lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dari para warga yang bergiliran membaca satu juz setiap hari.
Ini tradisi nenek moyang kami sejak Dahulu. Nasi kuning melambangkan mensyukuri, sedangkan tadarus adalah wujud iman. Keduanya kami jaga agar generasi muda tidak kehilangan akar budaya dan agamanya, ujar Kades Desa Lubuk gung.
Kegiatan tadarus dipimpin oleh bapak suhaimi, dimulai usai salat Tarawih hingga larut malam. yang masing-masing menargetkan satu juz per hari, sehingga seluruh 30 juz Al-Qur’an berhasil dikhatamkan tepat di malam takbiran. Ini cara kami menghidupkan bulan suci Ramadhan.
Bagi Herianto/amang, tradisi ini mengobati kerinduan akan Ramadhan masa kecil. Dulu saya ikut ayah ke masjid, sekarang saya yang membaca Al-Qur’an. Rasanya semua doa dan harapan menyatu di sini,” katanya sambil tersenyum.
Dengan demikian, tradisi masak nasi kuning ini dapat membangun spiritualitas dan kebanggaan masyarakat, serta mempereratkan hubungan antara warga masyarakat. Tradisi ini wajib di lestarikan, karena warisan leluhur kita terdahulu ucap pak suhaimi pengurus masjid sholihin desa lubuk gung kecamatan semidang gumay kab kaur.
(Dg)